Pernah dengar istilah menemani pasangan dari 0?
Di media sosial saya—khususnya X, sedang ramai sekali diperbincangkan. Beberapa orang berpendapat bahwa menemani kekasih dari 0 adalah suatu hal yang buat dia merasa dihargai, dicintai, disayangi bahkan dihormati meski belum punya power.
Namun, beberapa akun lain menganggapi hal ini sebagai hal yang tidak benar. Mereka setuju, jika masih 0, maka silahkan bertumbuh dulu barulah mencari pasangan.
Sebagian yang mengganggap ini tidak benar, mengatakan bahwa kekasih yang sudah ditemani dari 0, saat sudah bertumbuh dan tidak nol lagi, maka dengan tidak tahu dirinya, akan pergi atau bahkan berselingkuh.
Miris.
Fenomena “menemani pasangan dari 0” memang kerap jadi topik yang sensitif. Banyak yang bilang ini bentuk cinta sejati. Tapi di sisi lain, nggak sedikit yang menyebutnya sebagai “investasi bodong berbalut cinta.”
Jadi, sebenarnya nemenin pasangan dari nol itu ide bagus atau justru jebakan batman?
Cinta Itu Bukan Investasi Tapi Jangan Buta Juga
Cinta yang sehat itu dasarnya bukan perhitungan. Tapi bukan berarti harus menutup mata dan pasrah dalam ketidakpastian. Menemani pasangan dari bawah bukan soal siapa yang paling berkorban, tapi soal arah dan visi yang sama.
Kalau menemani pasangan yang memang punya semangat, kerja keras, dan mau bertumbuh bersama, itu bisa jadi pengalaman yang luar biasa. Tapi kalau rela habis-habisan untuk seseorang yang nggak jelas tujuan hidupnya, bahkan kamu yang disuruh terus berkorban sementara dia santai-santai, ya itu bukan cinta—itu jebakan.
Perlu Daya Tahan, Tapi Jangan Kehilangan Arah
Menemani dari 0 itu berat. Banyak ketidakpastian, tekanan finansial, emosi naik turun, dan mungkin harus rela hidup hemat selama bertahun-tahun. Nggak semua orang siap mental dan fisik buat itu.
Kadang, saat pasangan akhirnya sukses, muncul godaan dari luar. Nggak sedikit yang akhirnya lupa siapa yang dulu setia di masa sulit. Di sinilah muncul istilah “investasi bodong”. Sudah tanam waktu, tenaga, perasaan—eh, dia malah pergi dengan orang baru.
Tapi mari jujur: apakah semua kisah menemani dari 0 berakhir buruk? Enggak juga. Banyak juga pasangan yang sukses bareng, dan justru kedekatan mereka makin kuat karena melewati masa sulit bersama.
Kenali Pasanganmu: Layak Ditemani atau Perlu Dilepaskan?
Sebelum memutuskan untuk bertahan dan “berjuang bersama”, coba lihat dulu karakter pasangan. Apakah dia punya komitmen? Apakah dia terbuka soal masa depan? Apakah dia menghargai usahamu?
Kalau dia menunjukkan tanda-tanda manipulatif, tidak punya visi yang jelas, dan kamu merasa jalan sendirian—mungkin sudah saatnya kamu evaluasi hubungan itu.
Menemani seseorang dari 0 bukan kesalahan, asal tahu ke mana arah perjalanan kalian. Jangan karena takut dicap “nggak setia”, malah memaksakan diri bertahan dalam hubungan yang justru menyakiti.
Jadi, Kesimpulannya?
Menemani pasangan dari 0 bisa jadi ide bagus, asal dilakukan dengan kesadaran penuh. Jangan karena cinta, kamu lupa mencintai diri sendiri.
Pastikan kamu dan pasangan berada di jalur yang sama, dan hubungan kalian bukan soal siapa yang paling banyak memberi, tapi bagaimana bisa saling menguatkan.
Kalau kamu merasa terus-menerus memberi tanpa pernah dihargai, mungkin itu bukan hubungan—tapi jebakan. Ingat, cinta yang sehat itu tumbuh dua arah.
Dan satu hal terakhir: jangan pernah merasa gagal hanya karena orang yang kamu bantu naik malah pergi. Kamu bukan gagal. Kamu hanya memberi kepada orang yang salah.
