Rumah Sakit Aulia
Tempat ini menyimpan kenangan kelam sekitar dua tahun lalu bagi kami semua.
Pasalnya, Ayah meninggal dan koma di situ.
Tidak ada yang salah dari penanganan mereka. Namun Mama sangat berat untuk menginjakkan kaki lagi ke Aulia Hospital.
Tapi melihat kondisiku yang tak kunjung membaik, ia putuskan untuk mengusir traumanya jauh-jauh.
Usai dipakaikan infus, dokter berkata kepada mama “anak ibu mesti dirawat di sini ya Bu”
Mama mengangguk mengiyakan.
Setelah pembicaraan tersebut, aku langsung tertidur, di samping mama dan di atas dipan IGD rumah sakit.
Kasih Ibu Sepanjang Masa
Mama pasti sangat lelah sekali. Pasalnya, dia ke sini pada 19 April lalu, sekitar 10 hari sebelum aku tumbang.
Ke mari bukan tanpa sebab, untuk menjaga Wiloci, adik ke dua ku yang operasi kecil. Sudah ke empat anaknya meyakinkan, jangan ke Pekanbaru, karena tindakan medisnya pun seuprit.
Tapi ia sangat degil, hatinya tak tenang jika di rumah saja. Sebab itu mama datang jauh-jauh untuk menemani Wiloci operasi.
Aku masih sangat ingat raut wajah mama kala itu, saat adik ke dua ku itu terbaring di ruangan dan sedang ditangani dokter. Sangat kusut, dia tak sempat lagi memakai gincu dan bedak. Mukanya murung tapi tetap teduh untuk ditengok.
Aku tertawa terbahak sambil mengganggunya “Mak, kenapa? Cuma operasi kecil loh ya ampun”
“Diamlah Wil” selanya.
Aku ngakak lagi, kemudian memegang perut “Mak, aku lapar” sambil memanyunkan mulut murung.
Ia kuatir dan memikirkan bagaimana cara aku untuk makan sedangkan masih ingin menunggui Wiloci.
“Ayo cepat mama temankan ke ruangan rawat inap adekmu, tadi ada makanan rumah sakit yang gak dia makan.” Mama berdiri sambil menyeretku.
Aku makan dengan lahap, karena emang sudah lumayan lama tidak memasukkan makanan ke perut.
Enggak berapa lama, kami dihampiri perawat dan dia berkata dengan lembut ke mama “Ibu, operasinya sudah selesai, sekarang dipanggil dokter ke ruangannya ya”
Aku sigap menyelesaikan makan gratisku dan menemani mama yang setengah berlari ke ruangan dokter. Wajahnya kelihatan kusut lagi, kuatir.
Sesampainya di ruangan, tidak ada orang di sana. Kami duduk menunggu, hanya lima menit, seorang bapak-bapak yang berumur sekitar lima puluh tahunan datang. Ia memakai baju putih dan kacamata sambil membawa sebuah plastik yang berisi air kemerahan. Di dalam air tersebut, ada segumpal daging kecil “Keluarga Wiloci?” Ucapnya
“Iya dok”
“Baik ibu dan kakak, kami sudah selesai melakukan operasi dan lancar. Tapi pasien sekitar 30 menit kami letakkan di ruangan operasi dulu, takut terjadi muntah atau apa. Berikut sesuatu benda yang kami ambil dari dagunya” sambil mengangkat plastik itu.
Aku menggapai plastik tersebut, mengamatinya.
“Lancar operasinya dok? Adik saya baik-baik saja sekarang?”
“Lancar sekali, sekarang bahkan pasien sudah sadar ya, tapi tunggu 30 menit ya, setelah itu baru bisa berjumpa keluarganya.”
“Baik, terimakasih ya dok”
Iya mengangguk dan tersenyum lebar, seakan mengapresiasi keberhasilan operasinya.
Aku dan mama keluar dari ruangan dokter itu.
“Kok cepat ya Wil, operasinya?”
“Ya karna emang operasi kecil mak, mama sih lebay tiba-tiba ke sini. Padahal operasinya macam cabut gigi tau.”
Dia murung lagi dan menjawab dengan muka judesnya “biarlah.”
Aku nyengir sambil menunggu Wiloci diperbolehkan ke rawat inap.
Tiga puluh menit kemudian, Wiloci sudah dibolehkan berjumpa dengan kami. Perawat memasang infus dan berkata “pasien sudah bisa melakukan aktivitas apapun ya, makan apapun tidak ada batasan lagi”
Wiloci yang puasa dari pagi, makan dengan lahap, sudah seperti kerbau saja.
Esoknya kami pulang dari tempat Wiloci dirawat, mama sangat senang dan sekarang dia istirahat di rumah kontrakan kami di Pekanbaru.
Kesenangan itu tak berlangsung lama, giliran aku yang jatuh sakit.
Lagi-lagi mama yang bantu rawat dan temani.
Wiloci membercandai sambil menunjuknya
“Ini kasian kali ini, seumur hidupnya ngerawat orang sakit terus”
“Hahaha, iya ya kan Ci” mama menimpali sambil melepas ketawa.
Dua tahun lalu, hampir tiap bulan, mama bolak-balik rumah sakit, karena ayahku juga butuh penanganan dokter, hingga akhirnya meninggal dunia.
Sebelumnya, kakekku juga begitu. Mama yang menungguinya.
Sebelum-sebelumnya, nenekku yang begitu.
Ahh, jika jadi mama. Aku tidak akan sanggup.
Aku akan terus berterimakasih padanya.
Agaknya, belum ada satupun kata pujian yang dapat digambarkan untuk dirinya. Kita masih perlu penyair ulung untuk buatkan, hehe.
Rumah Sakit Aulia
Kembali ke cerita Aku Tidak Pernah Membayangkan Akan Tumbang di Rumah Sakit dengan Demam Separah Itu.
Dalam keadaan tangan masih di infus, aku terbangun. Melihat mama disamping bermain telepon genggam.
“Ma, gak capek?”
“Enggak, Wila dah bangun. Lapar gak?”
Aku mengangguk, dia menelpon Iqfar, untuk membawakan makanan.
Tak lama, perawat datang dan berkata kalau sudah dapat kamar rawat inap sebentar lagi.
Mama mengangguk.
Lima belas menit setelahnya, petugas gizi yang datang, memberi makan.
Mama menerima dan langsung menyuapi.
Makanan rumah sakit memang selalu saja tak sedap, aku hanya menelannya tiga suap.
Selebihnya terbuang begitu saja.
Iqfar datang, mama mulai mengisi perutnya.
Kondisi semakin baik
Tak terasa, sambil menunggu dapat kamar, aku lancar berbicara dengan mama. Ngobrol sampai berjam-jam lamanya.
Padahal, sebelum ke rumah sakit, untuk mengobrol saja tidak sanggup. Terbangun hanya untuk muntah ke kamar mandi dan buang air kecil saja, selebihnya tidur tak berdaya.
Menjelang sore, aku diantar petugas ke kamar rawat inap lantai dua. Dia menyuruh duduk di kursi roda dan mendorong. Mama mengikuti kami dari belakang.
Sore berganti malam, Wiloci datang baru pulang dari kerja. Kadang adikku yang lain juga datang sesekali. Sekedar mengajak mama untuk keluar dan makan. Aku merasa sudah punya tenaga, sehingga tak apa untuk ditinggal sebentar.
Perawat dan dokter rutin menanyakan keadaan, juga bolak balik mengecek infus dan menyuntikkan obat ke dalam cairan infus yang dipakaikan di lengan.
Sesekali, juga memberi obat yang langsung diminum saja.
Hari ke dua di rumah sakit
Aku membaik, benar-benar baik. Aku minta Tifa si bungsu membawakan alat mandi karena sangat gerah sekali. Sudah hampir tiga hari tak mandi, hal yang seumur hidup baru pernah dilakukan.
Sebelum mandi, tiga sks dengar ceramah mama dulu. Dia tidak mengizinkan aku untuk mandi–maklum, petuah orangtua zaman dulu, kalau sakit tak boleh ini itu.
Enggak hanya ingin mandi saja, selera makan juga membaik, senang sekali.
Kawan-kawan menjenguk
Ada Nova, Tohari, Hendi dan Ryanto. Ia datang sehabis pulang kerja dan membawa buah untuk dimakan.
Aku senang sekali mereka ada, walau sejenak, dapat menghibur dan tertawa bersama.
Kami menyambutnya dengan suka cita.
Setelah kawan-kawan pulang, Susan mengirimi pesan lewat whatsapp. “Wil, masih di rumah sakit? Aku ke sana ya? Kalau mamamu capek, minta aja dia istirahat di rumah, biar aku yang jagain kamu malam ini.”
Aku sampaikan chat itu ke mama, melihat keadaanku yang sudah membaik, dia mengiyakan, mempercayakan Susan untuk menjagaku.
Menjelang pukul 7 malam, Susan datang dan sempat berbincang singkat dengan mama. Setelahnya mama pulang dibawa oleh adikku Iqfar.
Sebagaimana Susan, dia amat ceria. Berjam-jam cerita ngalor-ngidul sepanjang malam.
Sakit kepala kambuh lagi
Aku mengira sakitnya sudah sembuh, tapi sial sekali. Sehabis ngobrol lama, sakit kepala ku datang, tapi syukurnya, tidak disertai mual.
Saya melapor ke perawat, dan dia katakan bahwa nanti akan dibawakan obat sakit kepala.
Tak lama setelahnya, aku tertidur meninggalkan Susan yang asyik bermain telepon genggam.
Malam itu, berkali-kali aku bangun, tak nyaman karena sakit kepala.
Pukul tiga pagi
Aku sudah tiga puluh menit lalu terbangun, menahan sakit kepala sambil berbaring. Tiba-tiba ada yang memanggil dari luar. Wilingga, Wilingga.
Aku menyahut.
Ternyata seorang perawat dari laboratorium. Dia katakan ingin mengambil sampel darahku.
Aku mengiyakan.
“Jam segini ambil sampel darah kak?”
“Iya benar, dokter yang nyuruh, dokternya tau kakak tidak akan tidur malam ini karena sakit.”
Aku mengangguk, sambil berharap sakit kepala ini enyah sejauh mungkin.
Hari sudah pagi, aku ingin pipis. Usai ke kamar kecil, aku datangi perawat.
“Dokterku datang hari ini kak?”
“Iya datang, sabar ya”
Aku sabar menunggu, mama memberikan pesan lewat whatsapp.
“Mama otw ke sana”
Hati mulai sejuk.
Mama tiba di rumah sakit, Susan dan aku menyambutnya. Mama menyuapiku makan.
Mama dan Susan asyik ngobrol, aku mendengar dan tertidur.
Setelah bangun, Susan menghilang, rupanya dia sudah pamit pulang. Tinggallah mama seorang diri menungguiku.
Giliran kami yang bercerita, ngalor-ngidul.
Aku kebelet pipis lagi, setelahnya datang ke perawat lagi.
“Dokter sudah datang?”
“Belum, sabar ya kak.”
Aku sudah semakin risih menunggu, pasalnya, dokter di kamar lain sudah pada menjenguk.
Aku ingin dokter spesialis penyakit dalam datang dan bertanya apa penyakitku sebenarnya, sekaligus meminta pulang.
Mama terus menyuruh sabar.
Hari sudah siang, mama lagi-lagi menyuapiku makan. Ini bukan karena aku tidak kuat makan ya, hanya saja sedikit manja dan malas, hehe.
Dokter datang dan memberi izin pulang
Sekitar pukul dua siang, aku terkejut dokter dan perawat masuk ke ruangan.
Sambil kesenangan, aku menyambutnya. Sekaligus menyampaikan keluhan.
“Dok, semalam aku sudah sembuh total. Segar sekali. Tapi tadi malam sakit kepala dan ini masih sakit”
“Iya benar, awalnya saya juga bingung ya, saya kira kamu sakit lambung, jadi kami obati lambung kamu. Nah semalam, lambungnya sudah sembuh tapi kenapa datang sakit kepala?”
Dia menjelaskan bahwa sakit lambung tidak disertai demam dan memutuskan untuk mengambil sampel darahku pukul tiga pagi.
Setelah darah diperiksa lagi, barulah dia ketemu penyakit yang aku idap.
Demam Tifoid atau Tipes
“Ternyata kakaknya kena Tipes ya, itu biasanya karena kecapean.”
“Bisakah saya pulang hari ini dok? Soalnya saya ingin kerja”
Dokter itu menjawab sambil senyum, “kalau kena tipes harus istirahat ekstra di rumah dulu ya, jangan langsung kerja. Nanti saya resepkan antibiotik untuk membunuh bakterinya.”
Dia mengatakan aku sudah boleh pulang dan perawatnya akan mengurus segala administrasi.
Aku senang sekali sore itu dan langsung menghubungi taksi online untuk menjemput kami berdua.
Sesampai di rumah, gerah ingin mandi. Mama merepet sepanjang tali beruk.
Sepengetahuannya, orang sakit tak boleh mandi. Tapi aku juga sudah berbau beruk.
Dirawat tiga hari, istirahat di rumah lima hari
Ini cukup menjadi libur yang panjang, aku puas sekali makan masakan mama.
Mama belum juga pulang, dia tidak akan pergi sampai aku benar-benar sembuh.
Hingga pada hari terakhir istirahat, rasanya badan sudah sangat sehat. Nafsu makan kembali normal. Hanya berat badan saja yang nampak jatuh turun.
Tak apa, sebagaimana pengalaman, itu mudah sekali menaikkannya.
Melihat perkembangan kesehatan, mama pun pulang. Pesannya, jika sakit langsung sampaikan.
Ia berjanji akan langsung datang.
Sekarang tugasku yang baru, menjaga kesehatan, makan dan menaikkan berat badan.
Yes jaga kesehatan dengan pola hidup sehat cukup makan dan istirahat. Bagus tulisannya mengalir enak dibaca. Dan yesss kasih ibu sepanjang masa…
Huhu semoga kita sehat selalu dan punya ibu yang juga senantiasa sehat
Wahhh. Ada foto akuuu
Haha, yqng mana ituuuu?
Hai mba Willingga, salam kenal yaa. Aku mba Nana. Memang kalau habis sakit dalam rentang waktu lama bisa bikin berat badan turun tapi untunglah sudah membaik. Semangat selalu ya mba dan keep positive mind supaya segala penyakit juga pergi. Kalo kata orang, sehat itu mahal jadi anyway sehat-sehat selalu!^^
Halo Mba Nana, senang bisa kenalan dengan kamu. Iya mba, semoga kita semua sehat selalu yaaa
Semoga setelah sakit ini, mbak Selalu sehat terus ya. Jangan lupa minum vitamin dan jaga kesehatan.
Aminnn, aminnn. Terimakasihh doanyaa.
Semoga kita semua senantiasa sehat yaaa
Betapa ibunya kakak itu hebat sekali,lincah . Beberapa hari lalu, aku nonton film how to make millions begore grandma dies. Semoga kalian senantiasa menyayangi dan menemani ibuk kalian apapun keadaannya.
Iyaa lagi naik daun filmnya ya dru, masih ada di bioskop ternyata. Sepertinya aku akan nyusul buat nonton itu
cepet sembuh kaka, terkadang kesibukan bisa bikin kita capek badan dan pikiran, apalagi kalau nggak didukung dengan makan yang teratur, bisa bikin kita sakit
Dan rawat inap kadang bikin kita agak males sebernya, tapi demi kesehatan, lebih baik memilih rawat inap ya.
sehat sehat sekeluarga
Terimakasih atas doa baiknya kak, semoga kita senantiasa sehat yakkkk.
Ya ampuunnn, karena kecapekan ya, semoga sekarang udah pulih ya. Saya tuh bersyukur banget, biar kata dulu sering tumbang pingsan, tapi nggak sampai dirawat di rumah sakit waktu kerja.
Memang menakutkan sih kalau kecapekan itu ujungnya kena tipes.
Kuncinya, jangan lupa makan, dan jangan makan sembarangan
Iya kakk, terimakasih atas sarannya. Btw kamu kuat sekali sampe gak dirawatt.
Semoga kita sehat terus ya kakk